Rabu, 09 Februari 2011

persahabatan nakodok dan nakular

Tersebutlah di sebuah rawa, tinggal berseberangan keluarga ular dan kodok. Masing-masing mempunyai anak yang diberi nama Nakular dan Nakodok. Suatu hari, secara tidak sengaja mereka bertemu untuk pertama kalinya.
“Hai, kamu ini siapa? Kok badanmu panjang?” tanya Nakodok kepada Nakular.
“Hai juga. Memang beginilah keluarga kami, panjang dan licin. Namaku Nakular. Kamu siapa? Kenapa badanmu bulat begitu, dan, eh, kamu kok tidak punya ekor?”
“Namaku Nakodok. Memang beginilah keluarga kami, perut buncit, punggung besar, dan tidak punya ekor. Lucu yah?” jawab Nakodok.
Setelah saling sapa, mereka pun dengan cepat menjadi kawan yang kompak dan akhirnya bersahabat. Sebagai sahabat baru, mereka larut dalam kegembiraan dan bermain sepanjang hari. Saking asyiknya, mereka tidak sadar sudah berada jauh dari rumah.
Hari berangsur petang. Orangtua Nakular dan Nakodok mulai cemas karena tidak biasanya anak mereka pulang sesore ini. Mereka mencari ke tempat-tempat dimana anak mereka biasa bermain, namun tidak ketemu.
Menjelang malam, Nakodok kembali, dan amarah sang Ibu langsung menyambutnya. “Kamu dari mana seharian, hah! Tahu nggak, kami sudah mencarimu ke mana-mana?”
Nakodok yang masih diliputi keceriaan bercerita dengan antusias. “Oh, hari ini aku ketemu teman baru. Namanya Nakular. Dia lucu sekali. Badannya panjang, meliuk-liuk, bisa berdiri seperti per, dan dia juga bisa melingkari tubuhku, geli tapi enak.”
Tetapi reaksi yang didapat Nakodok sungguh di luar dugaan. “Gila lu, kamu hampir mencelakakan dirimu! Tahukah kamu siapa mereka? Mereka adalah keluarga ular. Mereka itu pemakan kodok, tahu? Untung dia masih kecil kamu tidak dimakannya. Coba kalau ketemu bapaknya atau ibunya, kamu pasti sudah ditelan. Mereka dan kita musuh bebuyutan, dari zaman dulu ampai kiamat. Jadi, mulai besok kamu tidak boleh bermai- main ke sana lagi, ya!”
Nakodok hanya bisa terkejut dan menangis. Tidak pernah dia mengira bahwa persahabatan sehari mendatangkan amarah yang luarbiasa.
Di tempat lain, Nakular yang baru tiba di rumah langsung dicerca ibunya. “Kamu dari mana, hah? Pergi sampai lupa waktu.”
“Oh… tadi aku bermain-main, Ma. Aku dapat teman baru, namanya Nakodok. Dia lucu sekali. Badannya bulat, perutnya buncit, matanya besar dan bening. Tadi aku naik ke punggungnya, licin dan geli karena lendirnyabanyak. Asyik deh. Besok aku sudah janjian mau main bersama lagi.”
“Gila kamu! Tahukah kamu bermain dengan siapa?”amarah sang ibu menggagetkan Nakular. “Dia adalah keluarga kodok, tahu, mereka itu makhluk jelek yang ditakdirkan untuk makanan kita. Mau ditaruh dimana martabat keluarga kita seandainya ada yang melihat kamu bermain dengannya? Mulai besok, kamu tidak boleh bermain-main dengan dia!”
Sejak itu Nakular dan Nakodok tidak pernah bermain lagi. Kalaupun kebetulan saling melihat dari jauh, mereka memalingkan muka dan menjauh dari sahabat yang pernah akrab sehari.
*****
Permusuhan dan pertentangan antara satu pihak dengan pihak lain sering kali merupakan warisan turun-temurun. Namun, jauh di lubuk hati setiap makhluk, sesungguhnya ada panggilan hati untuk saling berkawan akrab. Perasaan itulah yang dialami Nakodok dan Nakular dalam cerita di atas.
Secara alamiah kita terpanggil oleh jiwa yang murni untuk mengulurkan tangan dan persahabatan kepada siapa saja. Melalui perkawanan dan persaudaraan niscaya pengalaman-pengalaman yang menyenangkan, menguntungkan, dan membawa sukses akan kita peroleh.
Sayang Nakular dan Nakodok tidak mendengarkan panggilan hati mereka untuk bersabahat. Mereka lebih menuruti pesan-pesan orang tua yang sesungguhnya mesti diperiksa dan dikaji lagi.

friendship
friendship
Marilah mengulurkan tangan dan hati yang tulus untuk berkawan dan bersahabat dengan siapa pun.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger